Helping people to help themselves

Demak58

Friday, June 26, 2015

Teori Peksos " Intervensi Krisis "



BAB I
PENDAHULUAN

I.       Latar Belakang
Intervensi krisis merupakan suatu intervensi jangka pendek yang terfokus pada upaya memobilisasi kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber klien untuk mengatasi suatu situasi krisis dan memperbaiki tingkat penanggulangan, kepercayaan, dan pemecahan masalah. Sedangkan suatu krisis timbul karena peristiwa atau masalah yang sangat menekan dan memberikan traumatik bagi klien.
Intervensi krisis didasarkan pada teori krisis yang berbunyi bahwa individu-individu memiliki mekanisme-mekanisme penanggulangan dalam menghadapi suatu peristiwa atau masalah yang menekan, namun mekanisme tersebut tidak bekerja dengan baik atau gagal dan/atau kekuatan-kekuatan serta sumber-sumbernya tak cukup memadai untuk menghadapi masalah tersebut, maka individu-individu tersebut dalam situasi yang disebut krisis.
Sasaran dari intervensi krisis yaitu untuk membahas krisis dengan strategi-strategi penanggulangan, membantu individu-individu memperbaiki tingkat penanggulangan, kepercayaan, dan pemecahan masalah mereka, dan memungkinkan individu-individu untuk menarik kekuatan-kekuatan baru yang teridentifikasi, sumber-sumber, dan mekanisme-mekanisme penanggulangan bila menghadapi penekan-penekan dimasa depan.
Walaupun pengalaman itu adalah suatu traumatik bagi individu, namun pengalaman tersebut juga berlaku sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Intervensi krisis tepat digunakan untuk antar individu, antar keluarga dan/atau antar komunitas dalam jangka pendek yang umumnya berlangsung selama satu sampai enam minggu. Banyak para ahli dan organisasi-organisasi sosial menciptakan berbagai model intervensi krisis, namun dalam dunia pekerjaan sosial, kesehatan mental dan profesi-profesi penyuluhan  yang paling diakui dan dimanfaatkan adalah model tujuh tahapan milik Roberts (1991).
Intervensi krisis merefleksikan sebuah kecenderungan yang kontemporer terhadap teori-teori singkat, terfokus dan terstruktur berkaitan dengan permasalahan mendesak dan praktis, yang akan dikritisi untuk menghindari permasalahan individu jangka panjang dan isu-isu sosial yang menimbulkan eksklusi sosial. 


II.    Tujuan
Penulisan makalah tentang intervensi krisis ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan serta dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasan. Secara terperinci tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui definisi krisis.
2.      Mengetahui definisi intervensi krisis.
3.      Mengetahui sejarah intervensi krisis.
4.      Mengetahui tujuan dari intervensi krisis.
5.      Mengetahui prinsip dasar intervensi krisis.
6.      Mengetahui sifat dari intervensi krisis.
7.      Mengetahui tahap-tahap intervensi krisis.
8.      Mengetahui intervensi krisis berdasarkan perspektif pekerjaan sosial.
9.      Mengetahui peranan pekerja sosial di dalam intervensi krisis.
10.  Mengetahui persamaan dan perbedaan intervensi krisis dengan task centred.
11.  Mengetahui keunggulan dan kelemahan dari intervensi krisis.


III. Manfaat
Adapun manfaat yang ingin kami capai yaitu untuk memberikan informasi kepada pembaca, utamanya bagi sesama mahasiswa yang akan dicetak menjadi pekerja sosial profesional tentang intervensi krisis. Meskipun informasi yang kami berikan melalui makalah ini hanya sebagian kecil dan mungkin masih mempunyai kekurangan, tetapi setidaknya isi dari makalah ini dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk mengetahui tentangh intervensi itu sendiri.



IV. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan krisis?
2.      Apa yang dimaksud dengan intervensi krisis?
3.      Bagaimana sejarah intervensi krisis?
4.      Apa tujuan dari intervensi krisis?
5.      Apa prinsip dasar intervensi krisis?
6.      Apa sifat dari intervensi krisis?
7.      Bagaimana tahap-tahap intervensi krisis?
8.      Bagaimana pandangan pekerjaan sosial mengenai intervensi krisis?
9.      Apa peranan pekerja sosial dalam intervensi krisis?
10.  Apa kesamaan dan perbedaan intervensi krisis dengan  task centred?
11.  Apa keunggulan dan kelemahan dari intervensi krisis?


  
BAB II
PEMBAHASAN

I.       Definisi Krisis
James dan Gilliand (2001:3) mendefinisikan krisis sebagai sebuah persepsi atau pengalaman tentang sebuah peristiwa atau situasi yang menjadi sebuah kesulitan diluar kemampuan diri seseorang. Suatu krisis  biasanya meliputi hilangnya kemampuan untuk mengatasi masalah serta gangguan emosi untuk sementara waktu. Jika seorang mengatasi ancaman itu secara efektif, maka ia dapat kembali berfungsi seperti keadaan sebelum krisis.
Sedangkan menurut Roberts dan Yeager,  krisis merupakan suatu respons subyektif terhadap suatu peristiwa hidup yang menekan atau traumatik atau sederet peristiwa-peristiwa lain yang dirasakan oleh seseorang sebagai suatu hal yang berbahaya, mengancam, atau amat mengganggu, yang tidak terpecahkan dengan menggunakan metoda-metoda penanggulangan tradisional.  Menurut Rohany Nasir (2004), krisis juga dapat diartikan   sebagai persepsi terhadap kejadian atau pengalaman yang tidak mampu diatasi seseorang dengan cara biasa serta mengganggu personaliti dan mengancam diri. Jadi, dapat disimpulkan bahwa krisis merupakan suatu situasi yang dirasa sulit, berbahaya, mengancam, dan amat mengganggu seseorang sehingga membutuhkan bantuan dari orang lain untuk memecahkannya karena kesulitan yang dialami diluar kemampuannya.
Suatu krisis bebeda dengan suatu situasi yang menekan. Walaupun merasa tak nyaman dan seringkali menimbulkan kecemasan yang menggusarkan, namun individu-individu sanggup memanfaatkan mekanisme-mekanisme penanggulangan untuk mengatasi suatu situasi yang menekan, sedangkan dalam situasi-situasi krisis, mekanisme-mekanisme penanggulangan lama dari individu-individu itu tidak bekerja dan individu-individu tidak sanggup menanggulangi dan mengatasi situasi tersebut (Wright, 1991).
Sebagaimana diilustrasikan diatas bahwa masing-masing orang bisa saja memandang suatu situasi atau peristiwa dalam suatu cara yang berbeda, seseorang bisa saja memandangnya sebagai suatu situasi yang menekan dan dapat mengatasi rintangan tersebut, sementara orang lain mungkin saja tidak sanggup menyesuaikan diri atau menanggulangi situasi tersebut, oleh sebab itu orang tersebut dapat dikatan dalam keadaan krisis. Perbedaan ini seringkali merupakan suatu akibat dari kepribadian, sumber-sumber, dukungan-dukungan, dan keterampilan-keterampilan penanggulangan dan pengalaman-pengalaman masa lampau seseorang dengan penekan-penekan atau stressor-stressor. (Roberts dan Yqager, 2009).
Krisis tidak selalu buruk. Sebaliknya krisis menunjukkan suatu titik  yang sangat penting di dalam kehidupan seseorang. Oleh kerena itu krisis dapat memberi kesempatan dan juga bahaya. Sewaktu orang mencari cara-cara untuk menangani krisis, mereka dapat memilih jalan kehancuran tapi mereka juga dapat menemukan suatu cara baru yang lebih baik untuk menangani masalahnya daripada  cara yang mereka  punyai sebelumnya.
Apabila orang berada dalam keadaan tidak seimbang karena peristiwa yang terjadi, mereka dapat dikatakan mengalami suatu krisis karena mereka mengalami suatu keadaan yang menakutkan serta sulit bagi orang tersebut untuk mengatasi masalah yang tidak pernah dilalui sebelumnya.
Krisis dapat merupakan suatu masalah yang terjadi pada waktu seseorang dalam keadaan rentan (irritable) atau ketika orang  tersebut tidak siap untuk hal itu. Sebagai contohnya adalah ketika seseorang biasanya bisa mengatasi masalah saluran air di rumah yang tersumbat tanpa  kesulitan. Tetapi jika hal ini terjadi ketika dia sakit, maka dia merasa tidak berdaya untuk melakukannya. Ini terjadi apabila mekanisme normal dari seseorang untuk mengatasi masalah tidak berfungsi dengan baik, atau ketika orang itu tidak mendapat bantuan dari orang lain yang ia perlukan. Krisis menyebabkan seseorang mengalami peningkatan anxieti juga ketegangan dan seseorang itu tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Oleh sebab itu, suatu krisis diawali atau diprakarsai melalui suatu kombinasi atau gabungan dari tiga faktor yang saling-terkait, yakni:
1.  Suatu peristiwa yang menekan atau berbahaya.
2.  Persepsi individu tentang peristiwa tersebut.
3.   Kesanggupan dari mekanisme-mekanisme dan sumber-sumber penanggulangan individu untuk mengatasi peristiwa tersebut (Roberts, 2005).
Sedangkan jenis-jenis krisis adalah sebagai berikut :
1.      Krisis yang tidak disengaja atau situasional
Krisis ini terjadi terutama saat ada ancaman yang datang tiba-tiba, kejadian yang  sangat mengganggu atau datangnya suatu bencana secara tak terduga, seperti
a.    Kematian orang yang kita cintai
b.   Diketahuinya suatu penyakit yang serius
c.    Pengalaman akan perkosaan atau penganiayaan
d.   Kehamilan diluar pernikahan
e.    Gangguan sosial seperti perang atau depresi
f.    Ekonomi menurun
g.   Kehilangan pekerjaan atau tabungan
h.   Kehilangan kehormatan dan status

2.      Krisis Developmental
Jenis krisis yang kedua, adalah krisis yang terjadi seiring dengan   perkembangan normal seseorang dalam kehidupannya. Semua krisis developmental menuntut pendekatan-pendekatan baru supaya orang dapat menghadapi dan memecahkan masalah. Krisis developmental seperti:
a.    Waktu seseorang mulai bersekolah.
b.   Masuk ke pengajian tinggi.
c.    Menyesuaikan diri dengan perkahwinan dan perananya sebagai orang tua.
d.   Menghadapi kritikan.
e.    Menghadapi persaraan.
f.    Kesehatan yang menurun.
g.   Menerima kematian sahabat-sahabatnya.

3.   Krisis Eksistensial
Mempunyai lapisan pengertian kedua krisis di atas. Ada saatnya dalam hidup dimana kita dihadapkan dengan kenyataan yang mengganggu, terutama tentang diri kita sendiri seperti dalam keadaan ini, seperti:
a.    Saya seorang yang gagal.
b.   Saya hampir lulus, tetapi saya belum ada dapat bayangkan apa yang akan saya lakukan nantinya.
c.    Saya tidak akan pernah sukses dalam kerjaya saya.
d.   Sekarang saya adalah janda -- saya sendirian lagi.
e.    Hidupku tidak mempunyai tujuan.
f.    Pernikahanku berakhir dengan perceraian.
g.   Penyakit saya tidak dapat disembuhkan.
h.   Saya tidak mempunyai sesuatu untuk saya percayai.
i.     Rumah dan harta saya hilang ditelan api.
j.     Saya terlalu tua untuk meraih tujuan hidup saya.
            Menurut Robert, karakteristik dari krisis sebagai berikut:
1.      Merasakan suatu peristiwa yang mengendap sebagai hal yang penuh makna dan mengancam.
2.      Kelihatan tak-sanggup memodifikasi atau mengurangi dampak dari peristiwa-peristiwa yang menekan dengan metoda-metoda penanggulangan tradisional.
3.      Mengalami meningkatnya rasa takut, ketegangan dan/atau kebingungan.
4.      Memperlihatkan tingginya tingkat rasa tak nyaman subyektif.
5.      Berjalan dengan cepat sampai ke suatu keadaan krisis yang aktif – suatu keadaan ketaksetimbangan.


II.    Definisi Intervensi Krisis
Intervensi krisis adalah  metode pemberian bantuan terhadap mereka yang tertimpa krisis, di mana masalah yang membutuhkan penanganan yang cepat dapat segera diselesaikan dan keseimbangan psikis yang dipulihkan. Intervensi krisis merupakan suatu intervensi ringkas yang dirancangkan dan khususnya digunakan untuk membantu individu-individu, keluarga-keluarga dan/atau komunitas-komunitas untuk mengatasi suatu krisis yang dirasakan dan memperbaiki tingkatan penanggulangannya. Suatu krisis adalah suatu istilah subyektif, khususnya dimana krisis dari satu orang akan merupakan tantangan dari orang lain.
Menurut Everly & Mitchell, intervensi krisis merupakan usaha membantu klien yang mengalami kecemasan psikologi untuk kembali ke tahap fungsi penyesuaiannya dan mencegah atau mengurangi kesan negatif trauma psikologi. Tujuan dari intervensi krisis ini adalah untuk membantu individu yang mengalami krisis, mencegah gangguan mental atau tingkah laku yang tidak sesuai, menyelesaikan krisis dengan cara menukar persepsi ancaman atau bahaya agar dapat memulihkan fungsi sosial klien sedia kala.
Sedangkan menurut Robert, intervensi krisis mencakup membentuk sebuah coping mechanism yang baru sebagai bagian pengumpulan fakta klien, memobilisasi sumber-sumber daya yang mendukung, mengurangi keberlangsungan pengaruh dan emosi yang tidak menyenangkan, memikirkan kejadian dan dampak buruknya serta mengintregasikannya ke dalam narasi kehidupan personal klien.
Intervensi krisis berasumsi bahwa kita hidup dalam situasi yang teratur, mampu mengatasi perubahan dalam kehidupan kita. Krisis mengganggu lingkungan yang teratur dan memberikan sebuah kesempatan pada orang-orang untuk mengembangkan ketrampilan dalam menangani permasalahan atau risiko yang mungkin akan mengalami kegagalan, serta kapasitas kita untuk mengatur kehidupan yang mungkin berubah menjadi buruk. Intervensi krisis pada tujuan awalnya mencakup rasa aman orang-orang dan kemudian prakteknya akan membentuk kekuatan orang-orang.
Intervensi krisis dapat memberikan suatu kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi dengan cara membangkitkan kekuatan-kekuatan lama, sumber-sumber dan keterampilan-keterampilan penanggulangan dari individu. Pada waktu yang sama, mendorong perkembangan kekuatan-kekuatan baru, sumber-sumber dan keterampilan-keterampilan penanggulangan yang baru semuanya yang dapat dimanfaatkan ketika menghadapi suatu peristiwa yang menekan atau berbahaya di masa depan. Menurut Roberts, sasaran akhir intervensi krisis adalah menolong klien untuk membangun kembali kemampuan-kemampuan penanggulangan dan pemecahan masalah seraya menolong mereka untuk mengambil langkah-langkah konkrit ke arah upaya mengelola perasaan-perasaan mereka dan mengembangkan suatu rencana aksi.


III. Sejarah Intervensi Krisis
Intervensi krisis sebagai suatu teori dan metode formal terutama sekali dikembangkan oleh para psychiatrist Amerika pada tahun 1940-an dan 1950an, khususnya melalui karya-karya Eric Lindemann dan Gerald Caplan. Lindemann (1944) mulai mengembangkan suatu teori krisis yang didasarkan atas penelitiannya terhadap reaksi-reaksi dan proses-proses kedukaan dari orang-orang yang yang selamat atau masih hidup dan keluarga serta sahabat-sahabat yang kehilangan orang-orang yang mereka kasihi dalam kebakaran di klub malam Coconut Grove di Boston, Massachusetts pada tanggal 28 November 1942, di mana 493 orang tewas dan 101 korban luka. Itu adalah kebakaran bangunan terbesar dalam sejarah AS.
Setelah menyelesaikan studi rintisannya, Lindemann bekerja dengan Gerald Caplan mendirikan program kesehatan mental di communitywide Cambridge, Massachusetts yang dikenal sebagai Proyek Wellesley. Mereka bekerja pada awalnya dengan individu yang telah menderita kejadian traumatis seperti kematian mendadak atau kelahiran anak prematur.  Mereka mefokuskan bekerja dengan wanita yang sedang dalam kondisi duka karena kematian bayi atau kelahiran bayi dengan kelainan atau kecacatan yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh ledakan bayi yang dimulai pada akhir 1940-an, setelah Perang Dunia II telah berakhir. Jutaan perempuan hamil dan beberapa diantaranya memiliki komplikasi kehamilan. Para dokter saat itu sedang bereksperimen dengan obat baru, yaitu thalidomide, yang berfungsi untuk mencegah penyakit morning sickness. Sayangnya, obat ini justru yang menyebabkan kecacatan lahir dan komplikasi lainnya para wanita yang mempunyai bayi yang cacat lahir membutuhkan cara untuk mengatasi trauma mereka.
 Caplan, salah seorang pakar teori, memperluas karya Lindemann dan menghubungkan intervensi krisis dengan konsep-konsep yang digunakan dalam teori sistem-sistem sosial, misalnya homeostasis, keadaan mantap, dan ketidakseimbangan. Fokus Caplan pada psikiatri preventif, di mana intervensi awal diberikan untuk mendorong pertumbuhan positif dan meminimalkan kemungkinan gangguan psikologis, yang menyebabkan penekanan pada konsultasi kesehatan mental (Slaikeu, 1990, hal. 7). Pada saat itu, banyak teori intervensi krisis yang muncul dari Proyek Wellesley.
Lydia Rapoport (1962, 1967), seorang praktisi pekerjaan sosial, selanjutnya menyusun karya teori dari Caplan (1961) dengan memanfaatkan sistem-sistem sosial terminologi teori, dan mengakui bahwa suatu krisis merupakan suatu gangguan terhadap keadaan mantap dari individu. Dia berargumentasi bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan krisis, yaitu:
1.   Suatu peristiwa berbahaya.
2.   Suatu ancaman terhadap sasaran-sasaran hidup.
3.   Ketidaksanggupan untuk menanggapi mekanisme-mekanisme penanggulangn yang cukup memadai (Roberts, 2005).
Oleh karena itu, intervensi krisis memerlukan suatu fokus pada upaya dengan cepat mengembalikan individu tersebut ke suatu keadaan mantap atau homeostasis.
Pada perkembangannya pada masa itu, terdapat kontroversi di bidang pusat intervensi krisis terhadap paraprofessional. Beberapa profesional mengusulkan bahwa hanya mereka yang diberi gelar master yang harus diizinkan untuk memberikan layanan kepada mereka dalam krisis. Langkah seperti itu dapat memiliki dampak negatif pada masyarakat miskin yang tidak mampu membayar biaya dari tingkat keahlian, namun para pekerja sukarela tampaknya penting memikirkannya, terutama selama masa krisis ekonomi. Maklum, politik dan mungkin kecemburuan profesional dan kekhawatiran dalam oposisi terhadap konseling paraprofessional. Tidak diragukan lagi, banyak klien yang akan membutuhkan pengobatan jika para pekerja dilarang berlatih intervensi krisis.
Banyak terapis profesional tidak menyadari dasar sejarah intervensi krisis, yang didasarkan jasa paraprofessional selama periode Proyek Wellesley. Meskipun intervensi krisis digunakan di kantor-kantor kebanyakan pria kesehatan, tidak semua pekerja kesehatan mental telah menerima pelatihan khusus lapangan. Hal ini sering dimasukkan dalam program lain di sekolah pascasarjana dan perguruan tinggi lainnya konseling persiapan. Oleh karena itu, mahasiswa harus memberikan intervensi krisis berdasarkan interpretasi mereka tentang bagaimana untuk mempersingkat proses terapi tradisional. Karena intervensi krisis tidak sering ditekankan dalam konseling tradisional dan psikologi sekolah pascasarjana, lembaga nirlaba yang menyediakan pelatihan khusus dalam intervensi krisis untuk memastikan bahwa relawan non-profesional dapat bekerja secara efektif dengan klien.
Di satu sisi tidak bisa dikatakan bahwa model tradisional tidak memiliki pengaruh pada pekerjaan krisis. Bahkan, masing-masing pendekatan konseling tradisional telah berkontribusi pada bidang intervensi krisis. Hal ini tampaknya wajar mengingat bahwa pendiri intervensi krisis dilatih dalam model itu sendiri.
Para pakar teori dan praktisi dalam pekerjaan sosial dan profesi-profesi kesehatan mental terus berlanjut untuk memperhatikan model intervensi krisis. Tulisan-tulisan dan penelitian intervensi krisis yang bertalian dengan profesi pekerjaan sosial tersusun pada karya-karya Albert Roberts, yaitu seorang Profesor Pengadilan Pidana di Universitas Rutgers, yang mengembangkan model intervensi krisis.
Teori intervensi krisis di jaman modern ini masih bisa memanfaatkan terminologi istilah-istilah sosial, tetapi mengakui bahwa intervensi krisis bukan hanya mengembalikan seseorang ke suatu keadaan pra-ada (homeostasis), melainkan juga agaknya melibatkan upaya memperbaiki penanggualangan, kepercayaan, pemecahan masalah, kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber untuk memaksimalkan individu dalam mengatasi tekanan-tekanan.




IV. Tujuan Intervensi Krisis
Intervensi krisis yang dilakukan pasti memeliki tujuan tertentu, tujuan tersebut adalah:
1.   Secara klasik bertujuan untuk memutus serangkaian peristiwa yang mengarah pada gangguan kenormalan keberfungsian orang.
2.   Untuk mengembalikan individu ke tingkat fungsi sebelum krisis.
3.   Untuk mendukung/menyokong metoda-metoda pelanggan yang ada atau menolong individu-individu membangun kembali kemampuan-kemampuan penanggulangan dan pemecahan masalah seraya menolong mereka untuk mengambil langkah-langkah konkret ke arah upaya mengelola perasaan-perasaan mereka dan mengembangkan suatu rencana aksi.
4.   Dapat memberikan suatu kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi dengan cara membangkitkan kekuatan-kekuatan lama, sumber-sumber dan keterampilan-keterampilan penanggulangan dari individu dan, pada waktu yang sama, mendorong perkembangan kekuatan-kekuatan baru, sumber-sumber dan keterampilan-keterampilan penanggulangan yang baru semuanya yang dapat dimanfaatkan ketika menghadapi suatu peristiwa yang menekan atau berbahaya di masa depan
  
V.    Prinsip Dasar Intervensi Krisis
Orang mengalami traumatik biasanya dalam penanganan intervensi cenderung lebih singkat (waktunya singkat). Dalam penanganan ini biasanya hanya membutuhkan waktu sekitar 6-10 minggu. Intervensi krisis adalah salah satu tindakan yang berorientasi terfokus, dengan target untuk intervensi yang khusus untuk hal yang berbahaya, situasional, atau masalah yang diendapkan pada keadaan krisis. 
Intervensi krisis adalah waktu yang terbatas dan tujuannya adalah untuk membantu klien memobilisasi dukungan yang diperlukan, sumberdaya dan memberikan referensi terkait ketrampilan -ketrampilan yang harus dilakukan. Dengan seperti itu setidaknya bisa menyelesaikan atau meminimalkan ketidak seimbangan yang dialami oleh klien.
Pekerja sosial dalam melakukan intervensi krisis harus memiliki berbagai pegetahuan dalam mengatur strategi yang tepat, agar dalam menghadapi masalah seperti traumatik, penganiayaan dan lainnya dapat mengasesmen dengan tepat. Sebuah alternatif-alternatif harus dimunculkan untuk mengatasi hal tersebut. Nantinya agar tidak terjadi kesalahan dan tentunya bisa tepat waktu dalam mencapai tujuan perawatan/penanganan.
Misalnya, krisis intervensi dengan korban kekerasan keluarga memerlukan pemahaman pada dinamika dan siklus pemukulan dan penganiayaan, jaringan dengan lembaga masyarakat diperlukan dan juga pengetahuan mengenai hukum yang ada sangat diperlukan bagi pemahaman klien. Demikian pula, pekerja sosial harus memahami tentang pengaturan rumah sakit, istilah medis, dan lainnya untuk pendukung ketika si klien dirawat di rumah sakit. Keragaman situasi krisis dan peristiwa adalah modal dasar dan ketrampilan intervensi krisis yang harus dilengkapi dengan pendidikan profesional lanjutan dan pengalaman dengan jenis trauma yang dihadapi dalam praktek secara umum.
Karakteristik lain dari model intervensi krisis adalah penggunaan tugas sebagai upaya untuk perubahan primer. Dasar kebutuhan layanan seperti keamanan darurat, kebutuhan medis, makanan, pakaian, dan tempat tinggal adalah yang pertama dalam intervensi krisis. Dan juga mobilitas sumberdaya yang dibutuhkan mungkin memerlukan banyak aktifitas langsung oleh pekerja sosial.

Secara rinci, prinsip dasar dari intervensi krisis adalah sebagai berikut:
1. Tujuan intervensi krisis adalah mengembalikan individu ke tingkat fungsi sebelum krisis.
2. Penekanan intervensi ini adalah memperkuat dan mendukung aspek-aspek kesehatan dari fungsi individu.
3. Dalam intervensi krisis, pendekatan pemecahan masalah digunakan secara sistematis (serupa dengan proses keperawatan), yang meliputi:
a. Mengkaji persepsi individu terhadap masalah, serta mengkaji kelebihan dan kekurangan sistem pendukung individu dan keluarga.
b.  Merencanakan hasil yang spesifik dan tujuan yang didasarkan pada prioritas.
c.  Memberikan penanganan langsung (misal: menyediakan rumah singgah bila klien diusir dari rumah, merujuk klien ke ”rumah perlindungan” bila terjadi penganiyaan oleh suami atau istri).
d.  Mengevaluasi hasil dari intervensi.
4. Hierarki Maslow. Kerangka kerja Hierarki Maslow tentang kebutuhan dapat membantu menentukan prioritas intervensi, meliputi:
a.  Sumber daya fisik diperlukan untuk bertahan hidup (misal: makanan, rumah singgah, keselamatan).
b.  Sumber daya sosial diperlukan untuk mendapatkan kembali rasa memiliki (misal: dukungan keluarga, jaringan kerja sosial, dan dukungan komunitas).
c.  Sumber daya psikologis diperlukan untuk mendapatkan kembali harga diri (misal: penguatan yang positif dan pencapaian tujuan).
5. Petugas intervensi krisis. Peran petugas intervensi krisis mencakup berbagai fungsi seperti berikut ini:
a.  Membentuk hubungan dan mengomunikasikan harapan serta optimisme.
b.  Melaksanakan peran yang aktif dan mengarahkan, bila perlu.
c.  Memberikan anjuran dan alternatif (missal: membuat rujukan ke lembaga yang tepat, seperti lembaga kesejahteraan anak atau klinik medis).
d.  Membantu klien memilih alternatif.
e.  Bekerja sama dengan profesional lain untuk mendapatkan layanan dan sumber daya yang diperlukan klien.

VI. Sifat Intervensi Krisis
Sifat dari pendekatan intervensi krisis adalah penanganan yang harus cepat dapat segera diselesaikan dan keseimbangan psikis yang dipulihkan dalam pemberian bantuan terhadap mereka yang tertimpa krisis yaitu seperti individu – individu, keluarga – keluarga dan/atau komunitas – komunitas dalam jangka pendek pada sifat dasarnya dan berakhir hanya antara satu sampai enam minggu.  

VII. Tahap-tahap Intervensi Krisis
Menurut Robert (1991;25), intervensi krisis terdiri dari tujuh tahap. Tahapan-tahapan dalam intervensi krisis sebagai berikut:
Tahap 1: adalah  merencanakan dan melakukan penilaian krisis dan biopsikososial
Tahap pertama melakukan penilaian biopsikososial dengan klien tentang kesehatan klien, baik mental dan fisik, serta sosial dieksplorasi. Kesehatan klien dinilai dengan menjelajahi obat diambil atau dibutuhkan (yaitu, over-the-counter obat, obat resep), setiap kebutuhan medis, penggunaan saat ini obat-obatan atau alkohol (termasuk nama obat yang digunakan, lalu digunakan dan jumlah yang digunakan), atau penarikan gejala dari zat. Langkah-langkah mematikan termasuk di mana pekerja sosial menilai atas segala kerusakan atau bahaya ditujukan ke diri sendiri atau orang lain, dan setiap sejarah masa lalu merugikan diri sendiri. Jika klien menyatakan pikiran untuk bunuh diri, pekerja sosial harus menanyakan tentang rencana bunuh diri klien untuk menentukan sejauh mana klien telah menyiapkan rencana untuk melaksanakan. Jika pada titik tertentu klien tampaknya berada dalam bahaya merugikan diri mereka sendiri, telah dirugikan oleh orang lain atau membutuhkan perhatian medis, pekerja sosial harus menghubungi layanan darurat dan / atau polisi untuk memastikan klien aman. Pekerja sosial harus menanyakan tentang mendukung klien sosial dan lingkungan dan sumber daya, khususnya sebagai pekerja sosial dan klien bisa memanfaatkan ini mendukung dan sumber daya ketika menerapkan rencana intervensi (Roberts, 2005; Eaton dan Roberts, 2009). Tahap ini sering dilakukan dalam hubungannya dengan tahap 2.

Tahap 2: membuat laporan dan dengan cepat menetapkan hubungan.
Tahap ini sering dilakukan dalam hubungannya dengan tahap 1. Pekerja sosial dapat memulai kontak pertama dengan klien. Pekerja sosial harus cepat membangun hubungan dengan klien dalam rangka untuk mengumpulkan informasi dan bekerja untuk mengatasi situasi krisis. Pekerja sosial harus memanfaatkan pendekatan orang-berpusat (Rogers, 1957) di mana mereka menunjukkan keaslian hal bersyarat, positif dan empati dengan klien. Eaton dan Roberts (2009) menekankan pentingnya pertemuan klien pekerja sosial di mana mereka saat menjaga penampilan tenang dan dalam-kendali.Sebagai contoh, jika klien menyatakan bahwa dia mendengar suara ibunya sudah meninggal, pekerja sosial seharusnya tidak menanyakan pernyataan ini, melainkan, memungkinkan klien untuk terus mendiskusikan pikiran, perasaan dan pengalaman saat mendengarkan penuh perhatian.

Tahap 3: Mengidentifikasikan dimensi-dimensi dari masalah-masalah yang ada sekarang.
Sambil terus membangun hubungan dengan klien, pekerja sosial harus mulai mengumpulkan informasi tentang situasi krisis dan penyebab masalah. Dalam  mengumpulkan informasi ini, pekerja sosial harus menggunakan pertanyaan terbuka yang memungkinkan klien untuk menguraikan masalah dan penyebab masalah tersebut, dan sepenuhnya mengungkapkannya atau pengalaman dan cerita.

Tahap 4. Menjelajahi perasaan-perasaan dan emosi-emosi.
Tahap ini sering digunakan dalam hubungannya dengan tahap 3 dimana pekerja sosial menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan keterampilan mendengarkan aktif ketika memunculkan dari klien menyajikan masalah dan penyebab masalah. Sebagai klien adalah menceritakan atau kisahnya, pekerja sosial harus menganggap dan empati, dan harus mengakui dan memvalidasi perasaan klien saat ini dan emosi. Mendengarkan secara aktif oleh pekerja sosial akan mencakup mendorong dan mengakui pernyataan, dan pernyataan reflektif, di mana pekerja sosial mencerminkan kembali ke klien semua atau aspek apa yang klien baru saja mengatakan dalam upaya untuk mendorong klien untuk membahas masalah ini lebih lanjut serta menjamin pekerja sosial benar menafsirkan pernyataan klien.
Sebagai contoh:
Klien                     : “Saya tidak tahu bagaimana saya bisa terus seperti ini.”
Pekerja sosial         : “Anda kualahan. Sesuatu harus berubah.”
Pekerja sosial dapat mencerminkan kembali perasaan dan emosi yang tersirat dalam pernyataan dalam upaya untuk mendukung klien dan mendorong dia atau dia untuk melanjutkan diskusi dengan pekerja sosial.
Sebagai contoh:
Klien                     : “Saya berharap memiliki seseorang untuk diajak bicara. Tidak ada               orang yang memahami apa yang saya alami.”
Pekerja sosial         :  “Anda merasa sangat kesepian sekarang.”
Tahap ini sangat penting, sebagai klien perlu merasa bahwa pengalaman, perasaan   dan emosi mereka sedang diakui dan didukung.

Tahap 5: Membangkitkan dan menjelajahi alternatif-alternatif.
Sementara tahap 3 memunculkan masalah klien, tahap 5 mulai merumuskan alternatif untuk masalah ini dan mengidentifikasi baru atau sebelumnya untuk menangani masalah ini. Pekerja sosial dan klien untuk bekerja sama untuk mengidentifikasi mengubah pribumi dan mekanisme koping yang dapat meringankan masalah yang diajukan atau isu. Pekerja sosial dapat memulai proses ini dengan mengajukan solusi yang berfokus pada klien pertanyaan dalam upaya untuk membawa kekuatan klien.
Dalam proses ini, pekerja sosial dan klien dapat mulai membangun cara-cara alternatif untuk mengatasi masalah menyajikan sementara memastikan pekerja sosial member perhatian pada konsekuensi dan pikiran klien dan perasaan tentang setiap alternatif.Meskipun ini harus sebuah proses kolaboratif, mungkin ada. situasi di mana pekerja sosial dapat memberikan beberapa saran sebagai pilihan bagi klien untuk mempertimbangkan (Roberts, 2005). Akan ada situasi di mana klien tidak dapat membuat keputusan mengenai alternatif, misalnya, ketika klien memerlukan rawat inap karena kondisi kesehatan saat ini mental atau yang ditahan di tahanan polisi karena ancaman atau rencana untuk melarang orang lain.

Tahap 6: melaksanakan rencana aksi.
Sekali alternatif untuk masalah yang diajukan diidentifikasi, pekerja sosial dan klien dapat mulai melaksanakan rencana aksi. Ini adalah asumsi bahwa klien adalah mental dan fisik mampu terlibat dalam rencana tersebut Untuk contoh seperti yang sisebut di atas, jika klien memerlukan rawat inap segera, Pekerja sosial harus melaksanakan rencana intervensi krisis tanpa melakukan mitra kolaboratif dalam proses Pada tahap ini, sehingga pekerja sosial dan klien mengidentifikasi rencana aksi (atau langkah-langkah) yang disepakati dilaksanakan. dalam rangka mengatasi situasi krisis presentasi ini bias mengidentifikasi orang atau lembaga dari mana klien akan terus melakukan pelayanan atau mengidentifikasi mekanisme koping bahwa klien adalah untuk menerapkan. Rencana tindakan harus didokumentasikan format yang paling tepat untuk klien dan salinan dari rencana yang diberikan untuk kedua pekerja sosial dan klien.

Tahap 7. Menindak-lanjuti rencana dan kesepakatan
Pekerja sosial harus menindaklanjuti dengan klien setelah intervensi krisis awal untuk menentukan status rencana tindakan dan untuk memastikan situasi krisis ini diselesaikan atau ditangani (Eaton dan Roberts, 2009). Sesi tindak lanjut dapat terjadi melalui telepon atau melalui sesi tatap muka.
  
VIII.    Intervensi Krisis berdasarkan Perspekstif Pekerjaan Sosial
Tugas utama profesi pekerja sosial adalah membantu individu, kelompok, dan masyarakat untuk berfungsi sosial. Keberfungsian sosial dipahami sebagai sebuah kondisi dimana individu,kelompok dan masyarakat puas dengan dirinya sendiri, puas dengan peran-peran dalam kehidupannya dan puas dengan hubungnnya dengan orang lain (lihat misalnya dalam Thakeray, Faley & Skidmore, 1994). Segitiga keberfungsian sosial inilah yang melandasi praktek pekerjaan sosial dalam berbagai konteks intervensi.
Sebagai contoh, dalam perspektif ini: situasi bencana alam dan sosial dipandang sebagai situasi dimana individu, kelompok, dan masyarakat mengalami rawan atau mal adaptif keberfungsiaan sosial. Dimana suatu sistem atau populasi diperkirakan tidak mampu memanfaatkan  sumber-sumber personal, interpersonal, dan kelembagaan ketika menghadapi kerusakan fisik, emosional dan sosial secara tiba tiba. Dititik inilah, praktek pekerjaan sosial berfungsi untuk mengembalikan kemampuan individu, kelompok, dan masyarakat agar kembali mampu mengakses sumber daya personal, interpersonal, dan sosial dalam mengatasi atau mengurangi masalah yang terkait dengan kehilangan kemampuan fisik (kecacatan), psikis (trauma), dan/atau sosial (ketunaan).
Untuk mengembalikan keberfungsian sosial inilah, intervensi pekerjaan sosial memiliki ke khasannya. Jika intervensi psikolog lebih berfokus pada masalah kejiwaan atau profesi medis menitik beratkan pada aspek kesehatan fisik, maka pekerjaan sosial berfokus pada aspek biopsikososial. Artinya intervensi pekerjaan sosial akan dilandasi kerangka pemikiran yang menempatkan kompleksitas masalah klien dalam hubungan timbal baliknya dengan lingkungannya. Sistem manusia dalam  lingkungan atau yang lebih dikenal sebagai person in environment (PIE) ini menjadi suatu metode untuk menjelaskan, mengklasifikasikan masalah yang umum akan dilayani pekerjaan sosial (James M Karls, 2008). Bagi pekerja sosial PIE dapat dianalogikan dengan DSM (Diagnostic and StatisticalManual IV-TR) bagi psikiatri atau ICDM (Internasional Classification of Diseases) untuk kedokteran umum. PIE membantu pekerja sosial dalam merencanakan intervensinya dengan 4 faktor dimana masing masing faktor mendeskripsikan unsur dalam situasi masalah klien. Keempat faktor tersebut adalah
1.      Masalah dalam peran berfungsi sosial. Mencakup masalah peran sosial, jenis masalah, keparahan dan lama masalah, serta kapasitas klien untuk mengatasinya.
2.      Masalah dalam lingkungan. Menjelaskan lingkungan yang mempengaruhi fungsi sosial klien.
3.      Masalah kesehatan jiwa yang dialamai klien.
4.      Masalah kesehatan fisik yang derita klien. Dalam penerapannya di situasi riil, keempat faktor PIE ini membantu efektifitas pekerjaan sosial dalam bekerja didalam tim bantuan psikososial. Melalui langkah langkah bantuan dalam memfasilitasi pencatatan penemuan.
Assessment untuk mengidentifikasikan masalah terkait dengan indikasi gangguan interaksi sosial atau peran sosial, jenis masalah, keparahan masalah, indikasi lama masalah dan keputusan klinis (faktor 1); identifikasi masalah dalam lingkungan klien terkait dengan lembaga sosial yang ada, yakni sistem ekonomi/kebutuhan dasar, sistem pendidikan/pelatihan, sistem yuridis, sistem kesehatan, kesejahteraan dan keamanan, sistem asosiasi sukarela, dan sistem dukungan afeksi (faktor 2), mendaftar masalah kesehatan jiwa klien menggunakan aksis 1 dan 2 dalam DSM dan membantu sumber diagnosis (faktor 3), dan mendaftar masalah kesehatan fisik sebagaimana didiagnosa oleh dokter dan dilaporkan oleh klien. Tentu saja dalam tindakan intervensinya langkah-langkah ini diterjemahkan oleh pekerja sosial menjadi 7 tahap intervensi krisis (Roberts, 1990) berupa mengakses kebutuhan mendesak dan makna krisis bagi klien, mengembangkan kepercayaan, pengembangan metode dalam situasi buruk, dukungan perasaan nyaman, penjajagan alternatif dalam penyesuain diri secara cepat, merumuskan rencana tindak lanjut dan pengembangan sistem rujukan. Demikianlah sekilas bantuan yang dapat dilakukan oleh profesi pekerja sosial dalam penanganan masalah klien dalam berbagai situasi  kedaruratan. (Erwin Novianto, Social WorkPractice Resource Center/SWPRC)
                                                                                                                                                                                            
IX. Peranan Pekerja Sosial dalam Intervensi Krisis
Ada beberapa peran pekerja sosial untuk mengatasi klien pada pendekatan intervensi krisis, yaitu sebagai berikut:
1.   Sebagai broker (perantara)
Pekerja sosial bekerja sama dengan profesional lain untuk mendapatkan layanan dan sumber daya yang diperlukan klien.
2.   Sebagai advisor (nasehat)
Pekerja sosial memberikan anjuran dan alternatif (misal: menasehati kliennya agar membuat rujukan ke lembaga yang tepat, seperti lembaga kesejahteraan anak atau klinik medis).
3.   Sebagai conferee
Menurut Middleman dan Goldberg peranan ini menggambarkan dalam suatu situasi dimana dua atau lebih orang yang berkonsultasi bersama, mendiskusikan dan membandingkan opini-opininya, berunding, serta merencanakan kegiatan yang akan dilakukan serta konferensi. Aktifitas utama yang dalam peranan ini adalah upaya pemecahan masalah serta peningkatan proses komunikasi.
Jadi peran pekerja sosial di sini yaitu membentuk hubungan dan mengomunikasikan harapan serta optimisme terhadap kliennya.
4.   Sebagai motivator
Pekerja sosial memberikan motivasi atau dukungan kepada klien supaya klien bersedia melakukan perubahan intervensi krisis, bila perlu melaksanakan peran yang aktif dan mengarahkan.
5.   Sebagai Fasilitator
Melakukan aksi-aksi yang erat hubungannya dalam hal memberikan kesempatan, mendongkrak semangat, dan daya dukungan bagi hidup klien. Lewat fasilitator, problem klien akan mendapat semacam model yang akan menjembatani ia pada solusi yang diharapkan. Jadi pekerja sosial disini membantu klien memilih alternatif.
6.   Sebagai Pendidik
Para pekerja sosial pun haruslah mampu menjadikan dirinya sebagai pendidik. Dalam arti bukanlah sebagai guru, tetapi mengajarkan hal-hal yang selama ini tidak benar dalam masalah klien. Pekerja sosial harus mengaktifkan diri dalam memberikan input positif dan langsung berdasarkan kemampuannya. Salah satu tugas pekerja sosial sebagai pendidik adalah mampu menyampaikan informasi, membangun kesadaran kolektif menggelar pelatihan yang tepat dan bermanfaat bagi klien, bahkan harus mampu melakukan konfrontasi.

Sedangkan keahlian dan ciri-ciri pekerja sosial adalah sebagai berikut:
1.      Mampu bertindak segera berlandaskan penilaian yang tepat terhadap klien.
2.      Cepat untuk membentuk formulasi dalam membantu klien. Di sini pelibatan pekerja sosial adalah aktif.
3.      Menggunakan kemahiran asas konseling untuk membantu klien menuangkan perasaannya yang terpendam.
4.      Mampu berhadapan dengan klien yang beremosi dan mengalami penderitaan menyakitkan.
5.      Bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan diambil.
6.      Mempunyai keyakinan diri yang tinggi untuk berhadapan dengan situasi klien.


X.    Intervensi Krisis dan Task Centred
Kedua model dalam pekerjaan sosial ini memiliki ciri yang sama yakni untuk membandingkan dan membedakan dengan penekanan utamanya tetap pada intervensi yang didahului dengan kontrak antara klien dengan sosial worker serta memanfaatkan lingkungan sekitar klien.
Secara eksplisit intervensi krisis didasarkan pada Ego Psikologi Psikodinamik. Fokus dari praktek kedua model ini berbeda. Keunggulan dari intervensi krisis (Crisis intervention) adalah menghentikan gangguan keberfungsian masyarakat yang normal, sedangkan praktek berpusat tugas (Task Centred) difokuskan pada menetapkan katagorikatagori dari masalah yang ada. Keduanya mencoba untuk memperbaiki kekuatankekuatan dalam masyarakat guna menghadapi masalah dimaksud.
Intervensi krisis dalam prakteknya membantu klien dalam penyesuaian diri tetapi fokus terpentingnya adalah soal pengontrolan emosi bila menghadapi masalah sekaligus untuk menguatkannya bila muncul masalah dimasa yang akan datang.
Sementara itu, Task Centred difokuskan pada praktek yang digunakan untuk pemecahan masalah. Intervensi krisis merupakan teori yang bersumber dari masalahmasalah yang ada dalam kehidupan, sedangkan Task Centred lebih mengarah kepada proses pemecahan masalah secara pragmatis.
Dalam pekerjaan sosial, Crisis Intervention dipandang sebagai sebuah teknik umum dalam menghadapi masalah klien dan relevan dengan semua bidang dalam pekerjaan sosial misalnya bidang kesehatan.
XI. Keunggulan dan Kelemahan Intervensi Krisis
Adapun kelebihan dan kelemahan intervensi krisis yaitu sebagai berikut:
Keunggulan intervensi Krisis:
1.   Intervensi krisis adalah metode singkat yang difokuskan secara khusus untuk mengurangi krisis situasi dan membantu orang meningkatkan mengatasi mereka, keyakinan dan kemampuan memecahkan masalah. Metode ini dirancang khusus untuk situasi krisis dan dapat diadaptasi oleh pekerja sosial untuk menyalakan berbagai situasi krisis dan cepat meringankan masalah krisis.
2.   Karena sifat singkat intervensi krisis, metode ini dapat digunakan dalam
hubungannya dengan teori-teori dan metode lainnya. Sebagai contoh, seorang pekerja sosial dapat mengimplementasikan model tujuh tahap krisis intervensi dengan keluarga untuk meringankan krisis saat ini dan kemudian beralih keteori lain atau metode (yaitu,
terapi perilaku kognitif, tugas berpusat pekerjaan sosial) untuk mengurangi tambahan
atau yang mendasari masalah.

Kelemahan Intervensi Krisis:
1.   Intervensi krisis berusaha untuk meringankan masalah yang diajukan dan tidak selalu mampu mengatasi masalah mendasar yang mungkin berkontribusi terhadap masalah yang diajukan, seperti diskriminasi, penindasan dan/ atau kemiskinan (Payne, 2005). Meskipun pekerja sosial dapat menerapkan krisis antar konvensi untuk meringankan situasi krisis, mereka harus memperhatikan mendasari isu-isu yang mungkin berkontribusi terhadap masalah yang diajukan atau krisis, dan di mana mungkin berusaha untuk mengatasi masalah ini melalui tindak lanjut janji atau melalui referensi ke sumber daya lain.
2.   Intervensi krisis sulit untuk diterapkan kepada klien yang tidak menerima
dengan keterlibatan pekerja sosial. Penilaian intervensi krisis diperlukan
pekerja sosial untuk mengumpulkan informasi dari klien atau seseorang yang dapat menjawab pertanyaan pada dirinya atau atas namanya. Tanpa informasi penilaian, pekerja sosial mungkin mengalami kesulitan mengembangkan rencana aksi.
3.   Kolaborasi sejati adalah sulit untuk berlatih dalam segala situasi krisis. Ada beberapa situasi di mana pekerja sosial akan harus melaksanakan rencana aksi
melawan keinginan klien, seperti menghubungi polisi atau jasa darurat, keburukan untuk menjamin keamanan klien. Meskipun pekerja sosial harus berusaha untuk berkolaborasi dengan klien setiap saat ada beberapa situasi di mana mereka akan dihadapkan dengan pengambilan keputusan tersebut dan ini harus dilakukan bekerjasama dengan seorang supervisor atau kolega.


BAB III
PENUTUP

I.    Simpulan
Intervensi krisis adalah metode pemberian bantuan terhadap mereka yang tertimpa krisis, di mana membutuhkan penanganan yang cepat dapat segera diselesaikan dan keseimbangan psikis yang dipulihkan. Intervensi krisis ini bertujuan untuk mengembalikan individu ke tingkat fungsi sebelum krisis dan digunakan untuk membantu individu-individu, keluarga-keluarga dan/atau komunitas-komunitas untuk mengatasi suatu krisis yang dirasakan dan memperbaiki tingkatan penanggulangannya.
Intervensi krisis memilki metode dimana memilki 7 tahap yaitu merencanakan dan melakukan penilaian krisis dan biopsikososial, membuat laporan dan dengan cepat menetapkan hubungan, mengidentifikasikan dimensi-dimensi dari masalah-masalah yang ada sekarang, menjelajahi perasaan-perasaan dan emosi-emosi, membangkitkan dan menjelajahi alternatif-alternatif, membangkitkan dan menjelajahi alternatif-alternatif, dan menindak lanjuti rencana dan kesepakatan.


II. Saran
Pekerja sosial dalaam berintervensi cenderung kearah biopsikososial, artinya intervensi pekerjaan sosial akan dilandasi kerangka pemikiran yang menempatkan kompleksitas masalah klien dalam hubungan timbal baliknya dengan lingkungannya.
Namun, terdapat beberapa kelemahan di dalam intervensi krisis, untuk itu dalam penerapannya, pekerja sosial harus dapat menerapkan krisis antar konvensi untuk meringankan situasi krisis, mereka harus lebih memperhatikan isu-isu mendasar yang mungkin berkontribusi terhadap masalah yang diajukan atau krisis, dan di mana mungkin berusaha untuk mengatasi masalah ini melalui tindak lanjut janji atau melalui referensi
Intervensi krisis sulit untuk diterapkan kepada klien yang tidak menerima
keterlibatan pekerja sosial. Mungkin dalam pelaksanaannya, pada tahap ke-2 dan ke-3 dari tujuh tahapan Roberts yaitu menjalin hubungan dengan klien kurang maksimal, sehingga dalam hal ini pekerja sosial harus lebih aktif dan lebih hangat kepada klien sehingga klien dapat
menerima kehadiran pekerja sosial dan intervensi dapat dilakukan secara maksimal.


   
DAFTAR PUSTAKA
           
Kristin, Kanel. 2007.  A Guide to Crisis Intervention. Australia: Thomson brooks/cole.
Payne, Malcom. 2005. Modern Social Work Theory 3rd Edision. New York: Palgrave Macmillan
Priono, Joko. 2007. Teori Pekerjaan Sosial.
Teater,Barbra. 2010. An Introduction to Applying Social Work Theories and Methods. New York.















Share:

0 comments:

Post a Comment

ulya rahman

fabiayyi ala irobbikuma tukadziban

BTemplates.com

Powered by Blogger.

ulya rahman ,anak rantau dari kota demak