Helping people to help themselves

Demak58

Sunday, June 28, 2015

Pekerjaan Sosial Koreksional

Sejarah Pekerjaan Sosial Koreksional
Dalam sistem koreksional mengenal adanya 2 sistem/Pendekatana. Berorientasi kepada hukuman (punishment oriented),
b. Berorientasi kepada penyembuhan (treatment oriented); di mana kedua hal tersebut sering diterapkan dalam lembaga koreksi

a. Berorientasi kepada hukuman (punishment oriented),
    Asal mula dari pendekatan hukuman (punitif) dimulai dari masyarakat primitif yang secara tidak resmi memberikan hukuman kepada anggota suku, apabila mereka melakukan tindakan yang dianggap “salah”.

Dalam sistem feodal, sistem peradilan dasar didirikan. Kesalahan dipandang sebagai pelanggaran terhadap kelompok dan terhadap korban.  Akibatnya masyarakat merasa mempunyai hak dan kewajiban untuk mengadakan reaksi terhadap pelanggaran hukum; dan reaksi yang biasa diberikan adalam hukuman. 

Pertentangan yang timbul sekitar kebijaksanaan dan efektivitas dari pendekatan hukuman terhadap pelanggar hukum memunculkan tiga kelompok pada abad ke-18, yaitu : KLASIK, NEO-KLASIK dan POSITIF.

Kelompok Klasik didasarkan kepada doktrin HEDONISME PSIKOLOGIS yang berpendapat bahwa orang akan memperhitungan kenikmatan dan ketidakenakan (rasa sakit) dari tindakan yang dilakukan.  Kelompok ini menganjurkan dalam menerapkan hukuman hal-hal sebagai berikut :

Ketidakenakan (hukuman) yang teratur dan pasti untuk dibebankan kepada setiap tindakan kriminal.
Jumlah rasa sakit (ketidakenakan) harus lebih besar dari jumlah kenikmatan yang diharapkan dari tindakan kriminal.
Jumlah hukuman harus sama tanpa memperhatikan status sosial, keuangan, kemampuan mental, usia atau keadaan lain.

Kelompok Neo Klasik muncul setelah klasik, pada umumnya mereka menegaskan bahwa doktrin klasik pada umumnya benar (valid), tetapi perlu dimodifikasi pada bagian tertentu, yaitu :
Anak-anak dan orang gila dianggap tidak mampu untuk memperhitungkan kenikmatan dan ketidakenakan dari suatu tindakan, sehingga mereka tidak dapat diperlakukan sebagai penjahat. 
Adanya pertimbangan dari “keadaan longgar”, yaitu kejahatan yang dilakukan untuk perlindungan diri.

Pendekatan Neo Klasik dalam abad ke-19 menjadi filsafat utama untuk merancang sistem peradilan kejahatan di dunia Barat.
 Beberapa pelanggar hukum dianggap bertanggung jawab dan pantas untuk dihukum, tetapi beberapa yang lainnya dipandang tidak bertanggung jawab karena berbagai alasan, oleh karenanya ditangani dengan cara-cara lain, selain daripada hukuman. 

Bertentangan dengan dua kelompok tersebut di atas adalah Kelompok Positif atau Italian, yang menganggap bahwa :
Para pelanggar hukum tidak bertanggung jawab akan tindakan-tindakannya dan oleh sebab itu mereka tidak dihukum.
Kejahatan adalah suatu gejala alamiah serupa dengan serangan binatang buas, salju yang mematikan atau angin topan.

Para pelanggar hukum yang dapat direhabilitasi, seharusnya direhabilitasi

Masyarakat berhak untuk mengucilkan  pelaku pelanggaran hukum atau menghukum mati bagi mereka yang tidak dapat diperbaiki.

Dengan pendekatan ini, situasi sosial dan kepribadian pelanggar hukum dipelajari, kebutuhan-kebutuhan individual dipahami dan alasan-alasan tingkah laku kriminalnya diperkirakan. 
Berdasarkan studi ini, rencana penyembuhan dapat dikembangkan, yang mungkin mencakup pelayanan dalam berbagai bidang: pekerjaan, pendidikan, perumahan, nasihat individual, nasihat keluarga atau kelompok, pelayanan kesehatan dan lapangan kerja.


MODEL –M0DEL HUKUMAN
Pendekatan Koreksional

A. Pendekatan Hukuman (punisment approach)

B. Pendekatan Penyembuhan (treatment approach)

A. Pendekatan Hukuman (punisment approach)

Siksaan Fisik. Deraan, cambuk, pukulan, pencapan (tato), kerja paksa, kurungan besi/sangkar, pemotongan anggota tubuh.
2.  Penghinaan Sosial (social humiliation). Pembatasan hak2 sosial/ status sosial. Tumbuh subur  abad 16 & 17 hingga kini.
Bentuknya :
a. Penghinaan di depan umum (the pillory, tato).
b. Pencabutan hak (mati perdata) : hak memilih, hak mendapatkan pelayanan umum, hak praktek profesi ttu, hak memiliki senjata api.
3.  Hukum Finansial (denda).
a. Keuntungan : pemasukan bg negara, mengurangi beban perkara, besar denda mudah disesuaikan dg kadar RM, kekayaan & peran pelangar.
b. Kelemahan : denda, diskriminatif thd pelanggar yg tdk mampu (miskin)

Lanjutan
4 Pengasingan (exile). Abad 16 terjadi pengasingan skala besar adalah hak dasar yg seharusnya tidak dilanggar Portugal mengasingkan penjahat & WTS ke Brazil dan Angola.
5.Hukuman pasung, penjahat politik. Berkaitan dengan kepentingan penguasa pada saat itu.
6.Hukuman Penjara
Alasan khusus hukuman penjara :
Untuk memperbaiki napi, shg tdk melakukan kejahatan lg.
Menjadikan napi tdk punya kesempatan berbuat jahat dlm waktu tertentu.
Untuk mencapai ganti rugi bg korban kejahatan & u/ negara.
Peringatan bg masyarakat agar tdk berbuat jahat (pencegahan).
MASALAH hukuman penjara :
Terkadang tdk memperbaiki perilaku napi setelah bebas (kambuh/ residivis).
Media sosialisasi teknik & taktik kejahatan.

7. Hukuman mati. Penggunaan cara-cara mematikan terhukum.
Bentuk : gantung, sentrum, tembak, bakar, suntik, gas, tenggelamkan, dipotong dengan roda, pisau gulotin, pedang, racun.

Asumsi/alasan penggunaan hukuman mati :
1. hukuman mati akan berpengaruh pencegahan.
2. hukuman mati merpakan hukuman kejam & luar biasa.
3. Jika terbukti tdk bersalah, hukuman tsb tdk bisa diperbaiki.
4. Pendekatan “kejam berbalas kejam”, utang “nyawa bayar     nyawa”, tdk konsistem dg peradaban & kemanusiaan.
5. Hak hidup adalah hak dasar yg seharusnya tdk dilanggar.

B. Pendekatan Penyembuhan (Treatment Approach)
Penyuluhan dan Konseling. Pemberian nasihat perorangan/ klp o/ petugas parole dan probasi.
Tujuan :
a. Mengidentifikasi masalah penjahat : alasan, kebutuhan, program pemenuhan kebutuhan.
b. Memahami sikap & motif hubungan dlm kelompok.
c. Persepsi peranan dr napi thd petugas : pihak yg akan membantu atau sbg aparat berwenang (pihak lain).

PENDIDIKAN PENJARA (prison education)
Tujuan : memperoleh latihan/ pendidikan formal (Kejar Paket A, B, C) dan resosialisasi sikap & prilaku.
Hambatan : sikap dingin napi thd penjara & administrasinya.

3. LATIHAN KERJA (VOCATIONAL training).
Merupakan kunci keberhasilan rehabilitasi.
Tujuan : melatih keterampilan kerja sesuai dg potensi/kecakapan napi u/ persiapan kerja setelah bebas nanti.

4. KERJA PENJARA (prison labour).
Napi memandang semua pekerjaan sbg cara/bentuk hukuman.
Ada 2 konsepsi ;
Harus produktif & melatih kerja napi setelah bebas.
Harus keras & membosankan u/ tujuan retributif (menanamkan disiplin, adaptasi & mengembangkan penghargaan u/ menghindari kejahatan. Mis pertanian, ternak dsb.

5. WAKTU BAIK (good time).
Pengisian waktu (masa hukuman) dengan perilaku baik dan  normatif, sehingga mengurangi masa hukuman (remisi).
pengurangan masa hukuman sebagai tanggung jawab dan penghargaan terhadap perilaku baik napi.


6. PAROLE (PELEPASAN BERSYARAT).
Pembebasan napi sebelum habis masa hukumannya sesuai vonis hakim, karena prilakunya dianggap baik selama di Lapas.
Pelepasan bersyarat bg napi sebelum masa hukumannya berakhir dg pengawasan & perjanjian bahwa ia dpt dikembalikan ke Lapas jika melanggar kesepakatan.
Napi tsb disupervisi/diawasi oleh petugas Lapas/ Depkeh/ Peksos.
Seorang napi dapat memperoleh parole didasarkan pd hasil INVESTIGASI SOSIAL terhadap napi (warga binaan).

KEUNTUNGAN PAROLE :
Keamanan masy terjamin karena napi berada dlm pengawasan petugas.
Memberikan tanggung jawab kepada masyarakat untuk partisipasi membimbing napi yg mendapat parole.
Meningkatkan persepsi & penerimaan masyarakat dg lebih baik.

Tugas Pekerja Sosial Koreksiaonal dlm parole
Membantu klien membicarakan kebutuhan2, perasaan2, & bimbingan dlm masalah2 tertentu, mis hub dg keluarga.
Menolong napi u/ memahami perilaku yg baik dan tdk baik.
Merubah perilaku2 yg menyimpang.
Merencanakan masa depan yg lebih baik.
7. Probasi (penundaan hukuman)
Masa pembuktian/ percobaan bg tersangka yg vonisnya ditangguhkan dg membebaskannya di masy dg syarat tertentu.
suatu proses penyembuhan bg pelanggar hukum yg diputuskan pengadilan dibawah pengawasan petugas probasi dg persyaratan yg telah disepakati.

Unsur sosial probasi :
Memungkinkan seseorang hidup dg normal dlm masy.
Didasarkan pd hasil investigasi sosial bahwa anak/remaja tsb mampu hidup taan hukum.
Merupakan proses penyesuaian diri dlm hidup bermasyarakat.
Jika alasan ttu anak tk ada jaminan dr orang tua, maka anak ditempatkan di rumah tahanan (detention ho


KEJAHATAN


HAKEKAT PERILAKU ?

PERILAKU MENYIMPANG ?
Perilaku manusia penyimpangan perilaku
Perilaku : Tindakan yg dpt diobservasi; bergerak,berjalan, berbicara dsb.

Perilaku :
Perilaku Normatif; perilaku yg baik/normal

Perilaku tdk normatif; perlaku yg tdk normal atau menyimpang; nakal, atau deviasi.
   Dikenal dgn  penyimpangan perilaku.

PENYIMPANGAN PERILAKU  ERAT DENGAN NORMA ATAU KEBIASAAN DI MASYARAKAT
       
DAMPAK PENYIMPANGAN PERILAKU ?

PENYIMPANGAN PERILAKU   BERDAMPAK :

 NEGATIF :  MASALAH BAGI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN; MENGANCAM KETENANGAN LINGKUNGAN, MENGGANGGU KETERTIBAN MASYARAKAT, ......

 POSITIF : SELALU TERJADI PERUBAHAN DAN PERKEMBANGAN DALAM BERBAGAI ASPEK SOSIAL SEHINGGA DPT MENGASAH KREATIVITAS MANUSIA UNTUK MENGATASINYA.
BAHAN DISKUSI

KETERIKATAN PENYIMPANGAN PERILAKU,  KEJAHATAN,  KENAKALAN.
Pengertian Perilaku menyimpang:
A. James Vander Zenden
    Menyebutkan bahwa penyimpangan adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.

b. Robert M.Z. Lawang
    Mengungkapkan penyimpangan adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu.

C. Bruce J. Cohen
    Mengatakan bahwa perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.

d. Paul B. Horton
    Mengutarakan bahwa penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.

e. Lewis Coser
Mengemukakan bahwa perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.
Tipe-Tipe Perilaku Menyimpang
  Menurut Robert M.Z. Lawang, perilaku menyimpang dapat digolongkan menjadi empat tipe, yaitu
    1.tindakan kriminal atau kejahatan, 2.penyimpangan seksual,
    3.penyimpangan dalam bentuk pemakaian     atau konsumsi secara berlebihan,
    4. serta penyimpangan dalam gaya hidup ( lifestyle ).

KESIMPULAN:
Tindakan Kriminal atau Kejahatan
    Tindakan kriminal merupakan suatu bentuk penyimpangan PERILAKU  yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap nilai dan norma atau peraturan perundang-undangan yang berlaku di masyarakat.

KEJAHATAN
PENGERTIAN
 crime = kejahatan,
 criminal = jahat/penjahat,
 kriminalitas = perbuatan kejahatan (KUBI).

 hasil dari berbagai faktor yg tdk dpt disusun   menurut   suatu ketentuan yg berlaku umum tanpa ada pengecualian (Sutherland & Cassey).

bentuk tingkah laku yg bertentangan dg moral kemanusiaan, merugikan masyarakat, bersifat a-sosial, melanggar hukum dan UU Pidana (yuridis formal).
seseorang yg melanggar ketentuan Hukum Pidana dan telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan dijatuhi hukuman (yuridis).

Pengertian kejahatan….lanjutan
PASAL 358 KUHP : semua bentuk perbuatan yg memenuhi rumusan ketentuan2 KUHP, mis.  Pembunuhan  (Pasal 338 KUHP), Penganiayaan (Pasal 351 KUHP), Pencurian (Pasal 362 KUHP), Pencabulan dsb.

SOSIOLOGIS: semua bentuk  ucapan, perbuatan, tingkah laku yg secara ekonomis, politis, dan sosial psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma2 susila dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik menurut UU atau yg belum tercantum dlm UU Pidana).
 SOSIAL : seseorang yg mengalami kegagalan penyesuaian diri atau berbuat menyimpang dg sadar atau tdk sadar dari norma yg berlaku dlm masyarakat, sehingga     perbuatannya tdk dpt dibenarkan oleh     masyarakat tsb.

EKONOMI : seseorang yg dianggap telah merugikan orang lain dg membebankan kepentingan ekonominya kpd masyarakat, sehingga dianggap penghambat kebahagiaan orang lain.

Kesimpulan
Adanya suatu perbuatan yang menyimpang.
Tindakan/perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan agama, hukum, norma-norma di masyarakat.
Perilaku manusia jahat ditandai dengan kerugian materi maupun non materi.
Membawa korban individual, kelompok maupun aparatur negara.
Pelaku harus ditindak sesuai dengan ketentuan yng berlaku.

Faktor Penyebab Kejahatan
INTERNAL :
Khusus : sifat khusus dlm diri individu,
     keadaan psikologis yg dpt menimbulkan perilaku menyimpang, terutama jika perasaan tertekan. Mis. sakit jiwa, emosi labil, anomi dsb.

Umum : umur, jenis kelamin, kedudukan/status sosek, pendidikan, rekreasi dsb.


EKSTERNAL :
Faktor ekonomi :
     krisis ekonomi, pengangguran, pendapatan rendah, konsumerisme, urbanisasi dsb.

Faktor agama : kontrol & ketaatan agama rendah.

Faktor media : bacaan, visual, tontonan; kemajuan IT.

TUJUAN MELAKUKAN TINDAK KEJAHATAN

1. Menemukan identitas diri
2. Menonjolkan harga diri
3. Menampilkan sifat-sifat kejantanan/
    maskulinisme
4. Mengembalikan harga diri yang semula dirusak/hancur berantakan karena pengaruh lingkungan
5. Mendapatkan perhatian/penghargaan
6. Mencari status sosial.

JENIS-JENIS KEJAHATAN
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu violent offenses dan property offenses .

1) Violent offenses atau kejahatan yang disertai dengan kekerasan pada orang lain, seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, dan lain sebagainya.
2) Property offenses atau kejahatan yang menyangkut hak milik orang lain, seperti perampasan, pencurian  dengan dan tanpa kekerasan, dan lain sebagainya.

 Light, Keller, dan Callhoun dalam bukunya  berjudul Sociology(1989) Membedakan
    kejahatan menjadi empat tipe, yaitu crime without victim, organized crime, white collar crime, dan corporate crime.

    1) White Collar Crime (Kejahatan Kerah Putih)
    Kejahatan ini mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh orang yang terpandang atau berstatus tinggi dalam hal pekerjaannya. Contohnya penghindaran pajak, penggelapan uang perusahaan, manipulasi data keuangan sebuah perusahaan (korupsi), dan lain sebagainya.

2). Crime Without Victim (Kejahatan Tanpa Korban)
    Kejahatan tidak menimbulkan penderitaan pada korban secara langsung akibat tindak pidana yang dilakukan. Contohnya berjudi, mabuk, dan hubungan seks yang tidak sah.

3) Organized Crime (Kejahatan Terorganisir)
    Kejahatan ini dilakukan secara terorganisir dan berkesinambungan dengan menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan (biasaya lebih ke materiil) dengan jalan menghindari hukum.
    Contoh :  penyedia jasa pelacuran, penadah barang curian, perdagangan perempuan ke luar negeri untuk komoditas seksual, dan lain sebagainya.

Corporate Crime (Kejahatan Korporasi)
    Kejahatan ini dilakukan atas nama organisasi formal dengan tujuan menaikkan keuntungan dan menekan kerugian. Yaitu : kejahatan terhadap konsumen, kejahatan terhadap publik, kejahatan terhadap pemilik perusahaan, dan kejahatan terhadap karyawan.

Unsur-unsur Kejahatan
1. Harus ada sesuatu perbuatan manusia; Menurut hukum pidana positif di Indonesia yang dapat dijadikan subyek hukum hanyalah manusia.  Hewan tidak dapat dituduh melanggar hukum, demikian pula badan hukum. 
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam ketentuan pidana; Artinya bahwa dalam perbuatan tersebut terdapat unsur-unsur kejahatan yang dimuat dalam ketentuan hukum.

3.Harus terbukti adanya korban   pada orang yang berbuat.

4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum, baik dengan hukum subyektif maupun obyektif (Simons); hukum tertulis maupun tidak tertulis (Pompe); bertentangan dengan hak orang lain (Noyon); perbuatan tanpa hak dan wewenang (Hoge Raad).

5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman  hukuman di dalam undang-undang; artinya bahwa tiada suatu perbuatan yang boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang; yang ada terdahulu daripada perbuatan itu (Pasal 1 KUHP).

AKIBAT KEJAHATAN ?

SOLUSI ?
Akibat

Merugikan pihak lain baik material maupun nonmaterial.
Merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Merugikan negara.
Menggangu stabilitas keamanan masyarakat.

Solusi
Mengenakan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa pandang bulu atau derajat.
Mengaktifkan peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak.
Selektif terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai busaya bangsa sendiri.
Menjaga kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam masyarakat dimulai sejak dini melalui pendidikan multi kultural; seperti sekolah, pengajian, dan organisasi masyarakat.
........Tambahkan .....

Teori-teori tentang Kejahatan
Teori Theologis
Teori Penyakit Jiwa
Teori Filsafat tentang Manusia
Teori Kemauan Bebas (Free will)
Teori Faal Tubuh (Fisiologi)
Teori2 Pengaruh Antropologis
Teori2 ttg Faktor Sosial (Sosiologi Prancis)
Teori Susunan Ketatanegaraan
Mazhab Spiritualis dg Teori Non Religiusitas

1. Teori Teologis :
menurut teori ini kriminalitas sebagai perbuatan dosa yang jahat sifatnya, setiap orang dapat melakukan karena didorong oleh roh-roh jahat, godaan setan/iblis, nafsu, sehingga melanggar kehendak Tuhan (Kartono 1999: 136 – 150)
2. Teori Kemauan Bebas (Free Will)
Menyatakan bahwa manusia itu bisa bebas menurut kemauannya. Dengan kemauan bebas dia berhak menentukan pilihan dan sikapnya. Sebab kejahatan adalah kemauan manusia itu sendiri, dia dengan sadar benar berkeinginan melakukan perbuaatan jahat.
3.Teori Penyakit Jiwa
Menyebutkan adanya kelainan-kelainan yang bersifat psikis, sehingga individu yang berkelainan individu sering melakukan kejahatan berupa psikopat dan defek moral.
Tingkah laku dan relasi sosialnya selalu asosial, eksentrik (kegilaan), kurang memiliki kesadaran sosial dan intelegensia sosial. Mereka amat fanatik dan sangat egoistik, juga selalu menentang norma lingkungan dan norma etis.
sikapnya aneh-aneh, sering berbuat kasar,  kurang ajar, dan ganas buas terhadap siapa pun tanpa suatu sebab. Sikapnya senantiasa menyakiti hati orang lain dan seringkali bertinglkah laku kriminal.
Kelemahan dan kegagalannya terutama ialah: dia tidak memiliki kemampuan untuk mengenal, memahami, mengendalikan, dan mengatur laku yang salah dan jahat.
Banyak orang yang defekt moral memiliki simpton-simpton psikotis, khususnya berupa penyimpangan dalam relasi kemanusiaan. Sikapnya dingin beku, tanpa afeksi atau perasaan.
Pada umumnya, bentuk tubuh penjahat-penjahat habitual dan residivis-residivis itu lebih kecil dari pada tubuh orang normal. Berat badannya juga lebih kurang daripada bobot orang dewasa pada umumnya.

4.Teori Fa’al Tubuh (Fisiologis)
Teori ini menyebutkan sumber kejahatan adalah ciri-ciri jasmani dan bentuk-bentuk jasmaninya. Yaitu pada bentuk tengkorak, wajah, dahi, hidung, mata, rahang, telinga, leher, lengan, tangan, jari-jari, kaki, dan. Semua ciri fisik itu mengkonstituasikan anggota badan lainnya  kepribadian seseorang dengan kecenderungan-kecenderungan kriminal.
Pada umumnya, penjahat-penjahat sadis itu mempunyai ciri-ciri jasmani khusus dan mereka itu dikelompokkan tipe kriminal.

Ringkasnya, sebab musabab kejahatan-kejahatan itu terletak pada konstitusi jasmani yang mempengaruhi kehidupan jiwani, yang sudah ada sejak lahir.

KESIMPULAN :

Secara krimonologis, kejahatan dan perilaku menyimpang dapat dijelaskan sebagai hasil bekerjanya faktor-faktor sosio kultural, faktor-faktor interaksi, faktor-faktor pencetus dan faktor-faktor reaksi sosial. Beberapa teori yang membahas peranan dari faktor-faktor itu sebagai faktor-faktor yang melatarbelakangi kejahatan dan membentuk karir kriminal.

REFERENSI PENGERTIAN KEJAHATAN

Hampir setiap hari terjadi tindakan kejahatan, baik di kota maupun desa seperti perampokan, pencurian, pembunuhan, perampasan, dan lain sebagainya. Pada dasarnya kejahatan timbul karena ada kesempatan dan niat dari pelakunya. Sehingga kita selalu dituntut untuk waspada. Sebenarnya apa pengertian dari kejahatan itu?

Menurut Soesilo (Husein, 2003) ada dua pengertian kejahatan, yaitu pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis.
 Ditinjau dari segi juridis, kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang.
Ditinjau dari segi sosiologis, kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.

Menurut Bemmelem(Husein, 2003) kejahatan merupakan suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, Negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.

Menurut Bonger (Husein, 2003) kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan.

Menurut Moeliono (Husein, 2003) kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (negara bertindak).
Menurut Sahetapy dan Reksodiputro (Husein, 2003) kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.


REAKSI MASYARAKAT Terhadap KEJAHATAN

Tinggi-rendah/ kuat-lemahnya RM tergantung pd kuantitas & jenis kejahatan yg terjadi.
Semakin tinggi kejahatan, maka semakin keras RM.

JENIS- JENIS REAKSI MASYARAKAT
BEBERAPA FAKTOR REAKSI MASYARAKAT
LANDSAN REAKSI MASYARAKAT
REAKSI MASYARAKAT TERHDAP KRIMINALITAS
KRIMININALITAS DAN KERUGIAN MASYARAKAT
A. JENIS REAKSI MASYARAKAT (RM)
Reaksi Formal
     Reaksi formal terhadap kejahatan adalah reaksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan atas perbuatannya, yakni melanggar hukum pidana, oleh pihak-pihak yang diberi wewenang atau kekuatan hukum untuk melakukanreaksi tersebut

Reaksi Informal : Reaksi informal yang dilakukan bukan oleh aparat penegak hukum tetapi oleh warga masyarakat biasa. Masyarakat biasa di samping telahmendelegasikan haknya kepada aparat penegak hukum berhak saja bereaksi terhadap kejahatan dan penjahat sebatas mereka tidak melanggar  peraturan yang ada.

TDK RESMI : tanggapan masyarakat terhadap kejahatan yg sifatnya di luar pengaruh aturan2 resmi/formal/hukum positif.

RESMI : tanggapan masyaakat terhadap kejahatan yg didasari kekuatan  hukum (Pidana).
RM terhadap kejahatan dilembagakan dlm suatu sistem peradilan  pidana atau dg unsur penengak kamtibmas yg lain.
RM Resmi diharapkan  lebih terarah, mempertimbangkan kondisi masyarakat & melindunginya dari ancaman kejahatan, sikap & tindakan thd kejahatan pihak korban.
Didasarkan pd aturan2 resmi : UU hukum pidana (KUHP).
B. FAKTOR2  Reaksi Masyarakat
Masyarakat sebagai PENGEMBAN PERANAN SOSIAL : pembentukan pola2 prilaku positif, sehingga masyarakat tdk rela nilai/norma sosialnya dilanggar (oleh masyarakat sendiri atau orang luar).

Berkembangnya PERGAULAN HIDUP DAN FAKTOR2 INTERNAL mengakibatkan perubahan sikap, prilaku, kepentingan & harga diri.

Karena peranan sosial masyarakat cenderung bertambah, maka dpt diciptakan status tertentu, orang2 yg punya status tertentu, biasanya leluasa beraksi. Reaksi thd aksi  tergantung kpd :
akibat aksi thd kepentingan masyarakat.
kemampuan masyarakat dlm melakukan reaksi menuju penyesuaian.

Secara sosiologis, orang/ sekelompok orang yg sdh punya cap penjahat, jika ciri2 tsb ada di tengah masy, maka langsung atau tdk langsung dpt menimbulkan RM (waspada).
Lanjutan…faktor RM
Jika pola kejahatan/penyimpangan  ---setelah diamati--- termasuk perbuatan melanggar hukum, maka tanpa ragu2 masyarakat  akan bereaksi.

Adanya penggerak/pelopor dr masyarakat utk bereaksi thd kejahatan, dgn dasar memperjuangkan kepentingan masyarakat yg terganggu.

Pengaruh kuantitas dr kelompok penjahat/pelanggar hukum. Jika kelompok penjahat minoritas dibanding yg anti kejahatan, maka masyarakat cenderung bereaksi, karena penjahat  akan menggunakan kekerasan dlm menghadapi orang yg menghalanginya.

Motivasi/ dukungan dr penegak hukum/ aparat keamanan, shg masyarakat merasa posisinya lbh kuat  dlm bereaksi.

PERSPEKTIF HUKUM.
    Hukuman yg diberikan masyarakat tdk adil/ tdk bermanfaat,  jika penerapannya tdk disertai dg tindakan pembalasan, penderaan & penderitaan thd penjahat y: sbg penebus dosa/kesalahannya; Sehingga dpt memperbaiki diri & tdk mengulanginya.

PERSPEKTIF SOSIOLOGIS
Penghukuman m: tindakan yg diberikan kpd penjahat atas dasar ketentuan mores klp. Apapun tindakan orang/ klp orang yg berhub dg kejahatan pasti ada hub dg sebab2 sosiologis (perilaku seseorang (+/-) ditentukan pengaruh pergaulan lingkungannya.

PERSPEKTIF PSIKOLOGIS
Penghukuman thd penjahat m: reaksi yg didasari o/ latar belakang psikologis dr penjahat tsb. Criminal psychologies (Kinberg) dibedakan menjadi 3 :

OBYEKTIF. Menitikberatkan pd sifat bekerjanya (fungsi) penjahat (tk kecerdasan & sifat2 kepribadian lainnya): Penjahat kelas teri, kakap, hiu dsb.

SUBYEKTIF. Tertuju pd pengalaman si penjahat  selama persiapan psikologis suatu kejahatan, reaksi2 psikisnya thd rangsangan sehingga ia berbuat, reaksi2 setelah berbuat jahat (criminal act), & sikap moral thd kejahatan.

SOSIAL. Mempelajari dampak dr faktor2 sosial-psikologis thd individu selama anak2 & perkembangan selanjutnya.
D. Reaksi Masyarakat terhadap Kejahatan
   
Untuk menghindari timbulnya masalah baru, dlm memberikan reaksi thd kejahatan, harus dipenuhi  syarat2 sbb:

Pengawasan thd perkembangan emosional anggota masyarakat & memperhitungkan dorongan2 yg menyebabkan masyarakat menjadi emosional.
Mempertimbangkan sebab2 terjadinya/ dilakukannya tindak kejahatan.
Memperhitungkan tindakan apa yg terbaik utk mengatasi kejahatan.
Memperhitungkan besar kecilnya kesalahan yg dilakukan penjahat sbg ukuran keadilan dlm penghukumannya.
Lanjutan… syarat2 RM
Mempertimbangkan kerugian2 yg diderita masyarakat akibat terjadinya kejahatan.

Memperhitungkan & menetapkan RM thd penjahat, norma2 sosial, hukum, & budaya.

Mengadakan penyidikan secara cermat & rasional ttg kaitan2 kejahatan yg tjd sebelumnya & kejahatan sekarang, sebagai upaya preventif.
E. KERUGIAN MASYARAKAT KARENA  KEJAHATAN
Kerugian perekonomian & kesusilaan (W.A. BONGER).

Sudut psikologis : Merugikan scr ekonomi dan psikologis (melukai perasaan susila) dr suatu kelompok masyarakat yg berhak melahirkan celaan

Upaya Penanggulangan Kejahatan Secara Umum 1. Upaya represif Adalah usaha yang dilakukan untuk menghadapi pelaku kejahatan seperti dengan pemberian hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku dimana tujuan diberikan hukuman agar pelaku jera, pencegahan serta perlindungan social

2. Upaya preventif Yaitu upaya penanggulangan (pencegahan) seperti: -memperbaiki keadaan social dan ekonomi masyarakat -Meningkatkan kesadaran hukum serta disiplin masyarakat -Meningkatkan pendidikan moral

Perbedaan penyidik dan penyelidik, penyidikan dan penyelidikan, dapat kita lihat berdasarkan pengertiannya. Pasal 1 angka 1, angka2, angka 4, dan angka 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)memberikan pengertian mengenai penyidik, penyidikan, penyelidik, dan penyelidikan sebagai berikut:

Pasal 1 angka 1 KUHAP

“Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.”

Pasal 1 angka 2 KUHAP
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Pasal 1 angka 4 KUHAP
“Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.”

Pasal 1 angka 5 KUHAP
“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

SISTEM PERADILAN
keseluruhan rangkaian yg terdiri atas unsur yg saling berhubunganfungsional : kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan pengacara.

Tahapan Pengadilan
PENYELIDIK berwenang :
Menerima laporan/ pengaduan pidana.
Mencari keterangan/ barang bukti.
Memeriksa tanda pengenal.
Menghentikan kecurigaan.

PENYIDIK :
Menerima laporan/ pengaduan pidana.
Bertindak pertama saat di tempat kejadian perkara (TKP).
Mencari keterangan/ barang bukti.
Memeriksa tanda pengenal.
Menghentikan kecurigaan.
Penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan.
Pemeriksaan & penyitaan surat.
Ambil sidik jari, pemotretan.
Pemanggilan u/ diperiksa/ didengar (saksi/tersangka) & datangkan saksi ahli.
Menghentikan penyidikan.

Proses Peradilan
ANAK
PENYIDIKAN.
Rahasiakan, kekeluargaan, minta saran pendidik, psikiater, ulama, petugas lain.
Anak dpt ditahan 1-20 hari.
Anak berhak didampingi penasihat hukum.
2.PENUNTUTAN ; berkas perkara---  pengadilan.
3.PERSIDANGAN :
Prosesnya tertutup bg umum.
Hakim, penuntut, penasihat, bimas, ortu, saksi, dan tersangka.
Berhak didampingi penasihat hukum.
Pra sidang : hakim memeriksa biodata tersangka.
Kesaksian : tersangka disuruh keluar dulu.
Hakim tdk memakai pakaian toga/seragam.
Putusan dibacakan di muka umum.
Proses …
4. PEMBINAAN & BIMBINGAN
Vonis : terdakwa dikembalikan/ diserahkan kpd :
Orang tua/ wali/ orang tua asuh.
Negara (diklat kerja & pembinaan).
Depsos/ orsos bidang pembinaan.
Pidana penjara : maks 1,5 dari orang dewasa.
Mati/ umur hidup : maks 10 th (usia 12-18 th).
Denda tp tdk bayar = latihan kerja maks 90 hari mks 4 jam/hari.
Pidana bersyarat
(umum) : janji tdk melanggar selama pidana bersyarat.
(khusus) : melakukan atau tdk melakukan hal2 ttu--- kebebasan anak.
Jika dipidana penjara maks 2 th, pidana bersyarat maks 3 th.
Diawasi jaksa dan bimas :
Depkeh----  anak negara.
Pekerja Sosial Profesional --- Kanwil
Relawan sosial dari orsos.

Sistem Peradilan Pidana Terpadu

Integrated Criminal Justice System
(Sistem Peradilan Pidana Terpadu )
Terkandung : Gerak sistemik dari subsistem-subsistem pendukungnya yaitu     Kepolisian,Kejaksaan,Pengadilan dan Pemasyarakatan


Pasal 1.  UUD 1945
Negara Indonesia adalah Negara Hukum

Pasal : 27
(1) Setiap warga Negara bersamaan kedudukannya di     dalam hukum dan pemerintahan dan wajib     menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan     tidak ada kecualinya.

Konsep Penegakkan Hukum
Adanya pemahaman bahwa Law enforcement pada dasarnya merupakan bagian dari Social Policy, yang mencakup baik kebijakan kesejahteraan sosial ( Social Welfare Policy ) maupun kebijakan keamanan sosial (Social Defence Policy).
Diskresi di dalam penegakkan Hukum tidak dapat di hindari mengingat keterbatasan kualitas perundang- undangan, sarana, prasarana, kualitas penegak hukum maupun partisipasi masyarakat.
Sistem peradilan pidana merupakan sistem yang terukur, indikator Efektifitasnya harus ada standar dan di bakukan.
Integrated criminal Justice system perlu di kembangkan untuk menjaga keseimbangan perlindungan kepentingan, baik kepentingan Negara, masyarakat maupun kepentingan individu.

Dalam upaya penegakan hukum berdasarkan pada Asas yang mengatur perlindungan terhadap  Keluhuran Harkat serta martabat manusia

a. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka Hukum dengan tidak mengadakan perbedaan perlakuan.
b. Penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan hanya di lakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang di beri wewenang.
c. Setiap orang yang di sangka, di tangkap, di tahan, di tuntut dan atau di hadapkan di muka sidang pengadilan wajib di anggap tidak bersalah

d. Kepada sesorang yang di tangkap, di tahan, di tuntut     ataupun di adili tanpa alasan atau karena ada kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib di beri ganti Rugi, penegak hukum yang sengaja atau karena kelalaiannya di tuntut di pidana atau di kenakan hukuman administrasi.
e.Peradilan yang harus di lakukan dengan cepat, sederhana, biaya murah, bebas, jujur dan tidak memihak.
 Setiap orang yang tersangkut perkara wajib di beri kesempatan memperoleh bantuan hukum
 Sejak penangkapan atau penahanan tersangka wajib di beri tahukan dakawaan dan dasar hukumnya
h.Pemeriksaan pidana wajib hadirkan terdakwa.
i.Sidang Pengadilan terbuka untuk umum.
j.Pengawasan pelaksanaan putusan Pengadilan pidana di tetapkan oleh ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.


Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System)

Untuk kepentingan Penyelidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di Pengadilan tersangka maupun terdakwa dapat di lakukan penahanan.

Penahanan di lakukan karena alasan:
a. Tersangka /terdakwa akan melarikan diri.
b. Merusak dan menghilangkan Barang Bukti.
c. Mengulangi melakukan tindak pidana.


Penahanan hanya dapat dilakukan terhadap :

a. Tindak pidana yang di ancam pidana 5 tahun ataulebih.
b. Tindak pidana yang di maksud pasal 382 ayat (3), pasal 335 ayat (1), pasal 351 ayat (1), pasal 353 ayat (1), pasal 372 ayat (1),pasal 378, pasal 379 ayat (1), pasal 453, pasal 454, 455, 459, 480 dan pasal 506 KUHP.
c.Pasal-pasal yang di atur dalam undang-undang lain (Narkotika,Imigrasi, Bea cukai, dan lain-lain)



Tempat Penahanan Rumah Tahanan Negara
Tempat Penyimpanan Benda Sitaan Negara RUPBASAN

Jenis Penahanan

1. Penahanan RUTAN.
2. Penahanan Rumah di rumah tempat tinggal tersangka/ terdakwa
3. Penahanan  Kota di kota tempat tinggal tersangKa/  terdakwa

Wewenang Penahanan
Hak Tersangka dan Terdakwa yang di atur dalam KUHAP
Pasal 50 KUHAP     :(1)Berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan di ajukan ke PN
        (2)Berhak segera di majukan ke Pengadilan oleh PU.
        (3)Berhak segera di adili
Pasal 51 KUHAP     :Berhak di beritahu dan mendapatkan penjelasan dalam bahasa yang di mengerti tentang apa yang di sangkakan atau yang di dakwakan
Pasal 52 KUHAP     :Berhak memberikan keterangan secara bebas
Pasal 53 KUHAP     :Berhak mendapatkan bantuan juru bicara
Pasal 54 KUHAP     :Berhak mendapatkan bantuan hukum
Pasal 55 KUHAP     :Berhak memilih sendiri penasehat hukum
Pasal 56 KUHAP     : Ancaman pidana mati atau 15 tahun ke atas yang tidak mampu (pidana di atas 15 tahun) wajib di dampingi penasehat hukum.
Pasal 57 KUHAP     :Berhak Menghubungi penasehat hukum menghubungi perwakilan Negara.
Pasal 58 KUHAP     :Berhak Menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya
Pasal 59 KUHAP     :Berhak di beritahu tentang penahanan atas dirinya
Pasal 60 KUHAP     :Berhak menerima kunjungan dari keluarganya, penasehathukumnya
Pasal 62 KUHAP     :Berhak mengirim dan menerima surat kepada penasehat hukum dan keluarganya.
-      Persuratan tersebut dilarang di periksa kecuali ada alasan surat             tersebut di salah gunakan, apabila surat di periksa maka diberitahukan kepada tersangka/terdakwa dengan di beri catatan             telah di tilik
Pasal 63 KUHAP     :Berhak menerima dan menghubungi Rohaniawan
Pasal 64 KUHAP     :Berhak untuk di adili dalam sidang terbuka
Pasal 65 KUHAP     :Berhak mengajukan saksi,saksi ahli yang meringankan
Pasal 66 KUHAP     :Tidak di bebani kewajiban pembuktian
Pasal 67 KUHAP     :Berhak meminta banding, kasasi
Pasal 68 KUHAP     :Berhak menuntut ganti Rugi

Pra Peradilan (Pasal 77 KUHAP)
Sah atau tidaknya penangkapan, Penahanan, Penghentian Penyelidikan atau Penghentian Penuntutan;

Ganti kerugian dan atau Rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya di hentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Pasal 83 : Putusan Pra peradilan tidak dapat di mintakan banding

Upaya Hukum Biasa
Pemeriksaan Tingkat Banding
Pasal 233 : 7 (tujuh) hari setelah Putusan PN di beritahukan kepada terdakwa.

Pemeriksaan tingkat Kasasi : 14 (empat belas) hari Putusan Pengadilan yang di mintakan kasasi di beritahukan kepada terdakwa

Upaya Hukum Luar Biasa
a. Pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum “ Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari Pengadilan lain, selain dari Mahkamah Agung dapat di ajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung “

Peninjauan kembali Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
a). Terdapat keadaan baru atau bukti baru.
b). Apabila dalam berbagai Putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, tetapi ada hal yang             bertentangan.
c). Adanya ke khilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.


Pengawasan dan Pengamatan Pelaksanaan  Putusan Pengadilan
Hakim Maswat:
a).Pengawasan guna memperoleh kepentingan putusan Pengadilan di laksanakan sebagaimana mestinya;
b)Pengamatan bahwa putusan pidana bermanfaat bagi pembinaan Narapidana tersebut.
c)Berlaku bagi pidana bersyarat.
d)Meminta Kalapas melaporkan secara berkala     perkembangan perilaku Narapidana tertentu.
e)Membicarakan dengan Kalapas tentang tata cara     pembinaan terhadap Narapidana tertentu.

PP. NO. 27 Th. 1985 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
RUTAN         : Adalah tempat tersangka atau terdakwa di tahan selama                 prosespenyidikan,penuntutan dan pemeriksaan di sidang                 pengadilan                       
RUPBASAN     : Adalah tempat Benda yang di sita oleh Negara untuk                     keperluan proses peradilan.

Hal-hal Penting :
1. Di dalam RUTAN di tempatkan tahanan yang masih dalam proses     penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di PN, PT dan Makamah Agung.
2.Tahanan di pisahkan jenis kelamin, umur dan tingkat pemeriksaan.
3.Kepala RUTAN tidak boleh menerima Tahanan di dalam RUTAN jika     tidak di sertai Surat Penahanan yang sah di keluarkan pejabat yang     bertanggung jawab secara yuridis atas tahanan itu sesuai dengan     tingkat pemeriksaan.



4.Kepala RUTAN memberitahukan kepada Pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas tahanan itu mengenai tahanan yang hampir     habis masa penahanan atau perpanjangan penahanan.
5.Kepala RUTAN demi Hukum mengeluarkan tahanan yang telah habis masa penahanan atau perpanjangan penahanannya.
6.Tahanan dapat di berikan ijin meninggalkan RUTAN untuk sementara, untuk keperluan lain harus ada ijin dari pejabat yang bertanggung     jawab secara yuridis atas tahanan itu.
7.Tanggung jawab yuridis atas tahanan ada pada pejabat yang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
8.Tanggung jawab secara fisik atas tahanan ada pada kepala RUTAN
9.Tanggung jawab atas perawatan kesehatan tahanan ada pada Dokter yang di tunjuk Menteri
   


RUPBASAN     : tempat Benda yang di sita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan.
Benda Sitaan    : benda yang di sita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan.

Di dalam RUPBASAN di tempatkan benda yang harus di simpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan termasuk barang yang      di simpan berdasarkan putusan hakim.
Kepala RUPBASAN tidak boleh menerima Benda yang harus di simpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan jika tidak di sertai surat pernyataan yang sah yang di keluarkan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut.
Penggunaan benda sitaan bagi keperluan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan harus ada surat permintaan dari pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut.

4.    Pengeluaran barang Rampasan untuk melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, di lakukan atas permintaan Jaksa secara tertulis.
Kepala RUPBASAN menyaksikan pemusnahan barang rampasan yang di lakukan oleh Jaksa.
Tanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut ada pada pejabat sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
Tanggung jawab secara fisik atas benda sitaan tersebut ada pada kepala RUPBASAN.
Pasal 38 PP. NO. 27 Tahun 1985
1. Sebelum terbentuknya RUTAN berdasarkan peraturan pemerintah ini menteri menetapkan Lembaga Pemasyarakatan tertentu sebagai RUTAN.
2.Menteri dapat menetapkan tempat tahanan yang terdapat dalam     jajaran kepolisian Negara RI, Kejaksaan dan tempat lainnya sebagai Cabang Rutan.
3.Kepala Cabang RUTAN sebagaimana tersebut di atas memberi laporan bulanan tentang tahanan kepada kepala RUTAN yang     daerah Hukumnya meliputi Cabang Rutan tersebut.
Pasal 39
1. Sebelum terbentuknya RUPBASAN Penyimpanan benda sitaan Negara dapat di lakukan di kantor kepolisian, kantor kejaksaan, kantor Pengadilan dan di tempat- tempat lain sesuai KUHAP.
2.Pengelolaan dan biaya penyimpanan benda sitaan Negara di lakukan oleh masing-masing instansi yang bersangkutan.

Pemasyarakatan :  Kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

Sistem Pemasyarakatan: Suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara Pembinaan WBP berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang di bina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas             WBP agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri,tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan hidup secara wajarsebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Fungsi Pemasyarakatan: Menyiapkan WBP agar dapat ber Integrasi secara sehat dengan masyarakat.

Berdasarkan UU. No. 12 Th. 1995 Tentang Pemasyarakatan
Hak-hak Narapidana
a.Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b.Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c.Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d.Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e.Menyampaikan keluhan;
f.Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak di larang;
g.Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang di lakukan;
h.Menerima kunjungan keluarga,penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya;
i.Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;
Mendapatkan pembebasan bersyarat;
Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Balai Pemasyarakatan (BAPAS)
UU. No. 12  Tahun 1995     Tentang Pemasyarakatan
UU. No. 3 Tahun 1997     Tentang Pengadilan Anak
PP. No. 31 Tahun 1999     Tentang Pembinaan dan pembimbingan                  Warga Binaan Pemasyarakatan
UU. No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Pasal 1
Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
Anak Nakal adalah :
a. anak yang melakukan tindak pidana ; atau
b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Petugas Pemasyarakatan
Pasal 33
Petugas Kemasyarakatan terdiri dari :
Pembimbing Kemasyarakatan dari Departemen Kehakiman;
Pekerja Sosial dari Departemen Sosial; dan
Pekerja Sosial Sukarela dari Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Pasal 34
Pembimbing Kemasyarakatan  sebagaimana di maksud dalam pasal 33 huruf a bertugas :
a. membantu memperlancar tugas Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim     dalam perkara Anak Nakal, baik didalam maupun diluar Sidang Anak dengan     membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan;
b.membimbing, membantu dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan     putusan pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana mengikuti latihan kerja,     atau anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga     Pemasyarakatan.
Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf b, bertugas membimbing, membantu dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada Departemen Sosial untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
(3)Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pekerja sosial mengadakan kordinasi dengan pembimbing Kemasyarakatan

Pasal 59
(1).Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak.   
Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan
Putusan pengadilan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum

Penjelasan Pasal 59 ayat 2
Yang di maksud dengan “ wajib “ dalam ayat (1) adalah apabila  ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan Putusan Batal demi Hukum

Penahanan Terhadap Anak Berdasarkan UU. No. 3 Th. 1997























Share:

2 comments:

  1. Selamat siang kak, boleh minta izin mengenai sumber/referensi dari tulisan ini? Terima kasih sebelumnya kak^^

    ReplyDelete
  2. Selamat siang kak, boleh minta izin mengenai sumber/referensi dari tulisan ini? Terima kasih sebelumnya kak^^

    ReplyDelete

ulya rahman

fabiayyi ala irobbikuma tukadziban

BTemplates.com

Powered by Blogger.

ulya rahman ,anak rantau dari kota demak